Minggu, 30 September 2012

Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Kebudayaan


Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Kebudayaan

09/28/2012 (All day)
Jakarta --- Sejak kebudayaan berintegrasi masuk ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maka salah satu program prioritas adalah bagaimana memberikan penguatan pada bagian hulu, yaitu melalui Program Internalisasi Nilai dalam rangka Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Kebudayaan. Dari unit pendidikan sendiri sejak tahun 2010 telah menerapkan pendidikan berbasis karakter, maka kehadiran kebudayaan diharapkan dapat mewarnai apa yang telah dikawal oleh unit pendidikan.
Bentuk-bentuk kegiatan dalam penyelenggaraan Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Kebudayaan untuk tahun 2012 dilakukan oleh jajaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. Kegiatan yang dilakukan antara lain Persemaian Nilai, Sosialisasi dan Kampanye di berbagai media massa, Internalisasi Nilai ke berbagai target audiens, serta monitoring dan evaluasi.
“Permasalahan karakter sangat kompleks. Selama ini pendidikan karakter tampak kurang termanifestasikan dengan baik dalam kehidupan bangsa,” ujar Wamendikbud bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti, saat menggelar jumpa pers bersama Wamendikbud bidang Pendidikan, Musliar Kasim, di Gedung A Kemdikbud, (27/9).
Sementara Wamendikbud Musliar Kasim mengatakan, sejak awal perancangan pendidikan karakter, sekolah menjadi sasaran utama, karena ada siswa dan guru di sana. “Ada nilai dan karakter baik yang ingin disosialisasikan di sekolah. Nilai-nilai yang sifatnya universal, seperti jujur, disiplin, kerja keras,” katanya di kesempatan yang sama.
Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Kebudayaan juga akan dilakukan dengan merangkul komunitas budaya dan tokoh masyarakat. Komunitas budaya dan tokoh masyarakat dinilai memiliki komitmen terhadap nilai-nilai positif, seperti cinta tanah air, kesetiakawanan sosial, anti korupsi, serta menjunjung etika dalam berpolitik.
Kemudian melalui Direktorat Internalisasi Budaya dan Diplomasi Budaya Ditjen Pendidikan Kemdikbud, ada tiga kegiatan utama yang akan dilakukan dalam Gerakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Melalui Kebudayaan. Pertama, Penanaman Nilai Budaya di Lingkungan Sekolah. Kegiatan ini akan memberikan bekal kepada para kepala sekolah dan guru SMP di sepuluh provinsi, yaitu Aceh, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku, NTB, dan Sulawesi Selatan.
Kegiatan kedua adalah Pembangunan Karakter Bangsa Komunitas dan Budaya. Kegiatan ini menekankan pada nilai-nilai kepedulian dan kesadaran untuk bertanggung jawab terhadap budaya melalui kerja sama dengan komunitas budaya. Untuk tahap pertama, dilakukan di lima provinsi, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan dan NTT. Sedangkan kegiatan ketiga adalah Gerakan Bersih Desa Budaya. Kegiatan ini difokuskan pada desa-desa yang masih menjalankan tradisi, dan mampu menopang komunitas lokal. Tahapan pertama dilakukan di enam wilayah, yaitu Laweyan, Lasem, Setu Babakan, Sasirangan, Pandesikek, dan Cuci Nagari Maluku. 

Guru Harus Tanamkan Budi Pekerti


Guru Harus Tanamkan Budi Pekerti

Jum'at, 28 September 2012 08:22 wib
Foto dok : berbagiterbaru.blogspot.com
Foto dok : berbagiterbaru.blogspot.com
JAKARTA - Anggota Komisi X DPR Tubagus Dedi Gumelar mengaku setuju dengan penghapusan IPA IPS di SD. Sebab SD merupakan jenjang sekolah yang paling dasar.

"Di mana guru seharusnya menanamkan budi pekerti dan tidak mendorong siswa menjadi seorang Einstein," ujar dia, di Jakarta.

Dia meminta, mata pelajaran Bahasa Indonesia harus ditanamkan di SD sebagai simbol mesim berjalannya Indonesia. Lalu Pancasila yang harus diurai dari sila pertama hingga lima.

Sekolah juga harus mengajarkan Kesenian yang dapat menghaluskan budi pekerti. “Kurikulum harus menyeimbangkan kecerdasan akal dan jiwa anak,” imbuh politikus dari Fraksi PDIP ini.

Pemerintah akan menghapus pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPA IPS) di SD dan menggantinya dengan pelajaran sikap. Revisi ini nantinya berlanjut ke SMP dan SMA.

Sebelumnya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Khairil Anwar mengatakan, dari hasil diskusi yang berkembang di kementerian maka pelajaran di sekolah tingkat dasar akan lebih ditekankan kepada bagaimana membentuk anak yang disiplin, jujur dan bersih. 

Guru Jangan Khawatirkan Penghapusan IPA-IPS


Guru Jangan Khawatirkan Penghapusan IPA-IPS

Margaret Puspitarini
Jum'at, 28 September 2012 13:02 wib
Ilustrasi : Corbis
Ilustrasi : Corbis
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana untuk merevisi kurikulum, yakni penghapusan mata pelajaran IPA dan IPS di tingkat SD. Hal ini tentu menimbulkan rasa khawatir kepada para pendidik, terutama para guru SD di kedua mata kuliah tersebut.

Mengenai kemungkinan adanya efisiensi guru mata pelajaran tersebut, Pengamat Pendidikan Dharmaningtyas mengungkapkan, para guru tidak perlu khawatir. Sebab, di SD itu guru kelas di mana satu guru mengajar berbagai bidang studi. "Menurut saya, ini memberikan keluluasaan kepada guru untuk memberikan materi sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya. Jadi kalau guru yang mahir IPA bisa lebih leluasa juga untuk memberikan pelajaran IPA," papar Dharmaningtyas ketika dihubungiOkezone, Jumat (28/7/2012).

Dharmaningtyas menyebutkan, kedua mata pelajaran tersebut tetap ada namun hanya berganti nama. "Bukan menghapuskan pelajaran IPA dan IPS tapi nama atau istilahnya saja yang dihapus. Nantinya digabung jadi Ilmu Pengetahuan Umum (IPU) tapi tetap mengandung ada standar kompetensi IPA dan IPS," ujarnya.

Menurut Dharmaningtyas, pelajaran IPA dan IPS memiliki peran penting bagi pendidikan anak-anak sejak dini sehingga tidak mungkin akan dihapuskan. "Tidak mungkin dihapus kedua mata pelajaran itu dihapus karena akan menjadi dasar berpikir secara keilmiahan bagi pelajar. Jika dihapus, bagaimana meletakkan dasar-dasar berpikir keilmiahan kepada anak?" tukasnya.

Pemberlakuan kebijakan tersebut, katanya, akan dilakukan secara bertahap. "Secara resmi, akan diberlakukan pada 2013. Tetapi harus melihat kesiapan daerah. Tidak bisa serentak secara nasional, pasti akan bertahap," imbuhnya.

Pelajaran IPA & IPS Tak Dihapus, Hanya Ganti Nama

Margaret Puspitarini
Jum'at, 28 September 2012 12:19 wib
JAKARTA - Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menghapuskan pelajaran IPA dan IPS di tingkat sekolah dasar tentu menuai kontroversial dari berbagai kalangan. Tapi, Pengamat Pendidikan Dharmaningtyas menegaskan, tidak akan ada penghapusan kedua mata pelajaran tersebut

Dharmaningtyas menyebutkan, kedua mata pelajaran tersebut tetap ada namun hanya berganti nama. "Bukan menghapuskan pelajaran IPA dan IPS tapi nama atau istilahnya saja yang dihapus. Nantinya digabung jadi Ilmu Pengetahuan Umum (IPU) tapi tetap mengandung ada standar kompetensi IPA dan IPS," ujar Dharmaningtyas ketika dihubungi Okezone, Jumat (28/9/2012).

Menurut Dharmaningtyas, pelajaran IPA dan IPS memiliki peran penting bagi pendidikan anak-anak sejak dini sehingga tidak mungkin akan dihapuskan. "Tidak mungkin dihapus kedua mata pelajaran itu dihapus karena akan menjadi dasar berpikir secara keilmiahan bagi pelajar. Jika dihapus, bagaimana meletakkan dasar-dasar berpikir keilmiahan kepada anak?" tukasnya.

Dia menyatakan, dengan adanya kebijakan ini, nantinya pemberian materi pelajaran tersebut diserahkan kepada para guru. "Otoritas diberikan kepada guru. Namun sesuai dengan kurikulum standar kompetensi yang dibuat pemerintah. Jadi guru pun tidak bisa seenaknya," ungkapnya.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kemendikbud Khairil Anwar menyebutkan, perubahan ini terkait dengan revisi kurikulum pendidikan nasional yang sudah tidak mengikuti perkembangan zaman serta maraknya aksi tawuran pelajar. Dia menjelaskan, kurikulum pembentukan sikap ini akan memakan korban penghapusan pelajaran IPA IPS di SD. Penghapusan kedua mata pelajaran ini juga sebagai akibat pengurangan jam belajar karena pelajaran pembentukan sikap ini tidak lagi terkait dengan transfer ilmu Sains.