Rabu, 25 September 2013

Jadi Guru di Pedalaman, Noka Harus Ekstra Sabar

Jadi Guru di Pedalaman, Noka Harus Ekstra Sabar
Margaret Puspitarini - Okezone

JAKARTA - Menyibak kisah para guru
Sarjana Mengajar di Daerah Terluar,
Tertinggal, dan Terdepan (SM-3T) tidak
pernah berhenti menginspirasi kita. Kali
ini, cerita datang dari peserta SM-3T
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Noka
Setya Maharani yang ditempatkan di
SMAN 4 Malinau, Kalimantan.
Awalnya, Noka mengaku pesimistis
dengan lokasi penempatannya. Namun,
setelah menjalankan tugasnya, Noka
merasa sangat bersyukur mendapat
kesempatan untuk mengikuti program
SM-3T.
"Sempat saya ragu untuk menginjakkan
kaki di Kalimantan. Takut dengan
penduduknya dan daerahnya yang masih
banyak hutan sehingga saya akan
ditempatkan di sekitaran hutan yang sulit
dijangkau. Tetapi, pada kenyataanya apa
yang saya alami tidak seekstrem yang saya
pikirkan sebelumnya," kata Noka, seperti
dinukil dari situs UNY, Rabu (18/9/2013).
SMAN 4 Malinau merupakan sekolah yang
baru berdiri pada 18 Februari 2008.
Sekolah berumur lima tahun ini berada di
Desa Lidung Kemenci, Kecamatan
Mentarang, sekira 20 kilometer dari pusat
kota Malinau. Medan yang berbukit-bukit
dan dibatasi hutan serta jurang di kanan
kirinya, membutuhkan jarak tempuh 30
menit dengan angkutan umum.
Meski terbilang baru, eksistensi SMAN 4
Malinau cukup diperhitungkan. Hal ini
ditunjukkan dengan keikutsertaan
beberapa dari mereka dalam event besar
Olimpiade Sains Nasional (OSN). Bahkan,
tahun ini, SMAN 4 Malinau kembali
berpartisipasi dalam seleksi tingkat
Kabupaten guna mengikuti OSN.
Noka yang berasal dari studi Pendidikan
Matematika pun mendapat kepercayaan
dari sekolah untuk membina para siswa
yang akan bertarung di seleksi OSN
tingkat kabupaten bidang studi
Matematika. Kesempatan tersebut pun
disambutnya dengan senang dan bangga.
"Antara bangga, senang, bingung
bercampur menjadi satu. Bangga dan
senang karena diberikan kepercayaan
untuk membimbing anak-anak dan itu
artinya saya diberikan kesempatan lebih
untuk belajar dan memahami karakter
anak sini lebih jauh," urainya.
Walaupun beberapa siswa SMAN 4
Malinau terpilih untuk mengikuti seleksi
OSN tingkat kabupaten, Noka masih
menemukan sejumlah siswa, baik kelas X,
XI, maupun XII yang memiliki kemampuan
berhitung yang minim. Perhitungan
penjumlahan, pengurangan, pembagian,
ataupun perkalian yangsedianya sudah
harus dikuasai mereka sejak mereka
duduk di bangku SD ternyata sampai SMA
ibarat berjalan tertatih-tatih.
"Akhirnya dalam pembelajaran seringkali
saya menghabiskan waktu mengajar
hanya untuk membantu mereka
berhitung. Saya pikir percuma juga kalau
pelajarannya sudah sampai jauh tapi
berhitung saja masih susah. Untuk
penjumlahan dan pengurangan terkadang
saya gunakan garis bilangan yang
sedianya diajarkan untuk anak SD," tutur
Noka.
Oleh karena itu, butuh kesabaran ekstra
untuk mengajar anak-anak di SMAN 4
Malinau. Sebab, ternyata dalam
pembelajaran yang memang benar-benar
paham dengan apa yang disampaikan
guru hanya sebagian kecil saja, sementara
yang lainnya harus dipancing lebih agar
mereka paham terhadap apa yang ingin
disampaikan.
Tidak jarang, warga Semanten, Pacitan itu
harus keliling menjelaskan satu per satu
dari bangku-bangku dengan harapan
semua siswa akan paham. Tetapi tidak
semua siswa seperti itu. Masih ada
sebagian siswa yang memang peduli
dengan pendidikan dan serius dalam
belajar. Bahkan, mereka rela belajar dan
bertanya pada saat istirahat jika memang
belum memahami apa yang disampaikan
guru.
"Saya yakin, ketika mereka diberikan
motivasi dan diberikan wawasan
pentingnya pendidikan secara kontinyu
dan diberikan pengarah dan suri tauladan
yang baik oleh guru, cepat atau lambat
budaya menyepelekan pendidikan akan
terkikis juga," tutupnya. (ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar